Peran Perempuan Dalam Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga
Vol. 2 No. 2 (2007)

Mata pencaharian nelayan dapat dijadikan tumpuan ekonomi bagi rumah tangga nelayan di samping pekerjaan di sektor pertanian. Meskipun pendapatan yang dihasilkan nelayan di sekitar Pantai Ngrenehan saat ini belumlah cukup menggembirakan. Namun demikian pekerjaan di sektor perikanan mampu menjadi alternatif lain dari sektor pertanian yang lebih menguntungkan. Untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, maka istri nelayan biasanya turut serta dalam aktivitas perikanan. Aktivitas yang dilakukan oleh istri nelayan adalah berjualan ikan hasil tangkapan dan membuka warung-warung makan di sekitar pantai. Pendapatan istri nelayan biasanya jauh lebih tinggi daripada suami mereka, saat sepi saja rata-rata pendapatan istri nelayan Rp. 20.000,- hingga Rp. 30.000,- perhari, namun ketika hari libur seperti Sabtu dan Minggu serta hari libur nasional pendapatan mereka jauh lebih banyak. Sementara suami mereka setiap kali selesai melaut hanya memperoleh upah pendapatan rata-rata Rp. 50.000,-, apalagi kalau hasil tangkapan ikannya hanya sedikit sekali mereka tentunya akan lebih merugi. Besarnya kontribusi peran publik perempuan tidaklah mengurangi peran domestiknya, curahan waktu perempuan di sektor domestik dan publik menunjukkan rata-rata: perempuan mencurahkan waktu 13-15 jam sehari untuk melakukan pekerjaan domestik dan publik sekaligus. Sementara curahan waktu laki-laki sebanyak ± 8-10 jam sehari, bila diasumsikan laki-laki hanya bekerja di sektor publik dan tidak terlibat dalam pekerjaan domestik. Dengan demikian peran gender dalam rumah tangga masih nampak orientasi pada bias gender, sehingga perlu adanya penyadaran gender agar dapat terwujud kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Hal ini berguna untuk mengembangkan potensi sumberdaya yang dimiliki baik laki-laki maupun perempuan.


Kata kunci: peran gender, kemitrasejajaran laki-laki perempuan, dan ekonomi rumah tangga

Budaya Kebun dan Ekonomi Perkebunan (Sejarah Etnografi Desa Perkebunan Di Jawa)
Vol. 2 No. 1 (2007)

Kolonialisme merupakan faktor penting dalam pembentukan sistem perkebunan di Indonesia sebagai sistem sosial-ekonomi yang baru. Ekonomi politik pertanian kolonial memperkenalkan sistem baru di wilayah-wilayah lokal, mengubah sistem ekonomi dari subsistensi pedesaan menjadi pertanian berorientasi ekspor. Dalam kasus wilayah Kendeng Lembu, khususnya pada masa pascakolonial, fluktuasi dalam perkembangan perkebunan berkaitan dengan proyek dekolonisasi di bidang politik dan ekonomi. Meskipun telah terjadi proses dekolonisasi, sistem dan struktur sosial di perkebunan Kendeng Lembu tampaknya merupakan tiruan dari warisan sistem perkebunan kolonial.

Difabilitas dan Keterbatasan Akses Fasilitas Leisure
Vol. 10 No. 3 (2024)

Akses bagi kelompok difabel sangat diperlukan dalam upaya untuk memberikan rekognisiyang layak terhadap kelompok difabel sebagai bagian dari entitas yang turut hidup bersamadalam ruang urban. Lebih lanjut, kelompok difabel juga perlu dikenali sebagai kelompok yangmemerlukan aktivitas waktu senggang (leisure), di mana aktivitas waktu senggang ini jugaturut berkontribusi terhadap pengalaman hidup sosial kelompok difabel. Karena itu,pembahasan mengenai akses bagi kelompok difabel hendaknya juga mencakup akses terhadapfasilitas bagi aktivitas waktu senggang. Dengan pertimbangan ini, Working PapersLaboratorium Sosiologi UAJY edisi ini akan menyajikan hasil observasi sederhana darimahasiswa Sosiologi UAJY pada Studio Alam Gamplong sebagai salah satu lokasi yang seringdijadikan tujuan bagi aktivitas waktu senggang. Diharapkan sajian visual dan tekstual dalamWorking Papers Laboratorium Sosiologi UAJY ini dapat memberikan sedikit kontribusi padaisu mengenai akses terhadap aktivitas waktu senggang bagi kelompok difabel di erakontemporer ini.

Mengalami Progresi
Vol. 10 No. 1 (2024)

Kota merupakan ruang dinamis yang tidak dapat terhindarkan dari progresi. Namun demikian, progresi yang terjadi di lingkungan perkotaan tidak serta merta dialami dengan cara yang sama oleh berbagai lapisan masyarakat. Pluralitas pengalaman atas progresi di lingkungan perkotaan inilah yang menjadi sorotan utama dan dikemas dalam bentuk sajian visual pada buku berjudul "Mengalami Progresi" ini. Dengan harapan agar narasi ini masih mendapatkan tempat dan tidak hilang tergerus oleh kemunculan sekat-sekat dalam kehidupan masyarakat.